Tahun Baru dan Pesta

Benarkah tahun baru harus selalu dirayakan dengan pesta dan gelak tawa ? sebab apa yang orang anggap benar belum tentu benar, begitu juga sebaliknya apa yang dianggap salah belum tentu salah. Pepatah mengatakan kebenaran ibarat seekor cicak. Kita merasa sudah berhasil “menangkap” kebenaran, namun yang kita tangkap ternyata hanya ekornya. Sementara cicaknya sudah lari entah kemana.

Apa arti sebuah pesta yang wah, megah, gemerlap jika setelahnya yang kita hadapi sama : kemiskinan, kesenjangan dan multikrisis ? Itu sama saja malam ini mabuk untuk sekuntum mawar yang esok pagi layu. Kembang api, terompet dan sebuah pesta akbar memang akan digelar untuk menyambut tahun baru nanti. Dan pesta bukanlah sebuah dosa.

Tapi coba pikirkan lagi, bukankah ironis jika sebuah pesta besar nan gemerlap digelar disini, ditengah ketidakpastian ekonomi ? semua tergantung dari sudut mana kita memandangnya. Tapi yang jelas, tahun baru memang layak disambut dengan keceriaan dan kegembiraan.

Karena tahun baru berarti umur kita bertambah satu, dan itu artinya kita masih diberi kesempatan untuk memperbaiki diri. Tidak salah jika perayaan tersebut dimaksudkan sebagai ungkapan syukur kita kepadaNya. Namun perlu dicatat, Tuhan tidak menyukai segala sesuatu yang berlebih – lebihan.

Barangkali perayaan tahun baru memang hanya sebuah moment dimana kita bisa melepaskan penat dan stress. Barangkali pula perayaan tersebut memang tidak bermaksud apa – apa, selain kepentingan bisnis. Dan manusia memang butuh perayaan setidaknya untuk memperingati sesuatu yang tidak terjadi setiap hari. Tapi akankah lebih bermakna jika yang kita sambut dalam tahun baru nanti bukan hanya sebuah pesta, tapi gebrakan dan terobosan – terobosan baru ?